Kejadian ini dialami oleh Nila Chrisna
"Maaf boleh saya minta tempat duduk, saya sedang
hamil," pinta Nila kepada penumpang lain, 10 Agustus 2017.
Namun, permintaannya diabaikan oleh sederet penumpang
laki-laki dan perempuan yang duduk di kursi biasa. KRL pun mulai jalan dan ia
harus menahan badan dari guncangan. Padahal saat itu kondisinya sedang lemas
karena pusing dan mual.
Nila tak putus asa. Dia terus berjalan berupaya mencari
tempat duduk dari deretan kursi satu ke deretan lainnya di tengah padatnya
penumpang yang berdiri. Beruntung, setelah beberapa lama
mencari kursi, ada
seorang wanita muda baik hati yang bersedia memberikan kursinya.
"Terimakasih," ucap dia kepada sang wanita muda tersebut.
Dalam kondisi padat saat jam kerja, kursi di gerbong wanita
menjadi primadona. Semua penumpang berebut untuk mendapatkan tempat duduk.
Hukum rimba pun seolah berlaku. Siapa yang kuat dia menang. Siapa cepat dia
yang dapat kursi tanpa peduli kondisi sesamanya.
Padahal, sejatinya gerbong wanita dibuat untuk mengurangi
aksi pelecehan seksual yang kerap terjadi dan untuk memprioritaskan ibu hamil,
manula, dan balita. Namun hal itu tidak berlaku kala penumpang tengah dalam
posisi enak alias PW (Posisi Wenak). Bahkan ucapan tak mengenakkan kerap
terdengar.
"Syukurlah dapat tempat duduk di KRL, tapi kalau
tiba-tiba ada ibu hamil masuk, itu tuh yang bikin sebel," kata dia kepada
temannya.
Penumpang Saling Jambak
Kejadian adu fisik sempat mewarnai kehidupan di gerbong
wanita. Sebuah rekaman memperlihatkan dua wanita sedang jambak-jambakan di
salah satu bangku KRL. Video dua wanita yang merupakan penumpang Commuter Line
tersebut menjadi viral di media sosial.
Keributan itu disebut-sebut akibat salah paham. Kedua
perempuan saling menjambak rambut sambil duduk di atas bangku kereta khusus
wanita (KKW).
Penumpang lain di gerbong tersebut berusaha melerai
keduanya. Namun dua perempuan itu tidak menghiraukan, hingga adu jambak
berlangsung sekitar 15 menit.
Humas PT KAI Commuter Jabodetabek Eva Chairunisa mengatakan,
adu jambak dua penumpang commuter line itu terjadi beberapa hari lalu, yang
diduga akibat salah paham.
"Itu kejadian beberapa waktu lalu, bukan baru terjadi.
Nah, penyebabnya salah paham aja, soal tempat duduk sepertinya," ujar Eva
kepada Liputan6.com, Selasa 16 Mei 2017.
Eva pun mengimbau kepada pengguna jasa commuter line,
khususnya penumpang wanita, agar menjaga ketertiban dan tidak membuat
keributan, sehingga tidak mengganggu kenyamanan penumpang lain.
"Penumpang untuk menjaga ketertiban dan tidak membuat
keributan yang mengganggu kenyamanan penumpang lain," ujar dia.
Menurut Eva, jika penumpang sengaja membuat keributan di
commuter line, pihaknya tidak akan segan menurunkan di stasiun terdekat. Bahkan
jika menimbulkan korban akan dibawa ke polisi.
"Tindakan yang akan dilakukan maka akan diturunkan di
stasiun terdekat, apabila hingga menyebabkan korban luka dan ada korban yang
tidak terima, maka akan dibawa ke pos pengamanan, untuk selanjutnya diarahkan
ke pihak berwajib," dia menegaskan.
Dalam kasus dua wanita jambak-jambakan ini, kata Eva,
petugas memberikan sanksi kepada keduanya dengan diturunkan di stasiun
terdekat.
"Mereka diturunkan di stasiun terdekat. Tidak sampai
pihak berwajib karena tidak ada salah satu pihak yang mau membuat laporan ke
pihak berwajib," dia menegaskan.
Penumpang KRL Duduk Selonjor
Tak hanya aksi jambak-jambakan, kejadian lain yang menarik
perhatian warganet adalah ulah penumpang yang duduk berselonjor di bangku
penumpang. Meski kondisi KRL penuh sesak, kedua kaki wanita muda itu menyerobot
tempat duduk seorang anak di sampingnya. Sementara, sejumlah penumpang lainnya
ada yang berdiri.
Menanggapi hal ini, Humas PT KAI Commuter Jabodetabek Eva
Chairunisa mengaku menyayangkan sikap penumpang KRL tersebut, yang menyerobot
hak orang lain. Penumpang diminta bersikap santun ketika berada di transportasi
publik.
"Kalau petugas tahu tentu akan ditegur, dan jika sudah
ditegur penumpang tersebut tetap tidak menghiraukan maka akan diturunkan dari
kereta," ujar Eva kepada Liputan6.com, Rabu (2/8/2017)..
Eva menegaskan, selama ini pihaknya sudah mengimbau para
penumpang agar berperilaku baik dan tidak mengganggu kenyamanan penumpang lain.
Imbauan itu selalu disampaikan oleh petugas di kereta.
"Di dalam kereta juga banyak terpasang tata tertib.
Petugas kami selalu menertibkan penumpang, makanya ada announcer di KRL,"
ujar dia.
"Coba kalau naik KRL, kan dia (petugas) mengimbau
macam-macam. Soal tata tertib, kemudian ada petugas Walka juga yang mobile di
dalam KRL. Sudah banyak kok yang ditegur petugas," Eva melanjutkan.
Karena itu, Eva berharap, para penumpang atau pengguna jasa
Commuter Line agar memiliki kesadaran saat berada di kereta. Jangan sampai
seorang penumpang mengganggu atau merampas hak penumpang lainnya.
"Udah ada di KRL, setiap pintu isinya tata tertib. Ya,
memang kerja sama dalam bentuk kesadaran dari penumpang juga penting di
sini," Eva menandaskan.
Penumpang Pingsan
Kepadatan penumpang kereta commuter line terasa saat jam-jam
sibuk, yaitu jam berangkat dan pulang kerja. (Liputan 6 SCTV)
Gerbong pertama dan terakhir pada rangkaian Kereta Rel
Listrik (KRL) diperuntukkan khusus wanita. Kedua gerbong tersebut pun dipenuhi
penumpang saat jam-jam sibuk pagi ataupun sore hari.
Penuhnya penumpang dan berdesak-desakan, membuat para
pengguna menyatakan tidak mendapatkan kenyamanan. Namun, hal tersebut tetap
dilakukan karena ditumpangi sesama perempuan dan terhindar dari tindakan
pelecehan.
Menurut seorang penumpang rute Depok - Tanah Abang, Yunita
Primatasari beberapa kali terdapat penumpang pingsan akibat penuhnya penumpang
yang terus memaksa untuk masuk kereta khusus perempuan.
"Beberapa kali, enggak ibu-ibu ataupun mbak-mbak itu
sampai pingsan saking penuhnya, tergencet sama penumpang lainnya. Jadi kalau
ada nenek-nenek ataupun ibu ajak anak kecil lebih kita sarankan masuk ke
gerbong umum, mereka lebih memprioritaskan daripada di gerbong khusus
wanita," kata Yunita kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu 17 Mei 2017.
Sedangkan, penumpang asal Bekasi rute hingga Manggarai,
Resti Givida mengaku, desak-desakan dengan penumpang lainnya sudah menjadi
langganannya setiap hari. Hal ini dilakoninya sudah tiga tahun.
"Mau gimana, daripada di gerbong lain campur dengan
lawan jenis, mending kegencet di gerbong khusus wanita. Meskipun berkali-kali
kaki lecet karena terinjak, jatuh bareng-bareng karena enggak ada pegangan, ini
transportasi paling murah," ucap Resti.
Dia pun berharap, ada penambahan gerbong khusus wanita.
"Kalau bisa ditambahin dua gerbong lagi, jadi ada empat. Dua untuk depan
dan dua untuk belakang," Resti menandaskan."
Sumber : Liputan6.com
0 Response to "Ternyata Ada Hukum Rimba di KRL Jakarta"
Posting Komentar